27 Januari 2021

Susahnya Menulis

Menulis itu sebetulnya bukan sesuatu yang berat, tapi tidak terbiasa. Lebih terbiasa membaca, itu pun banyak yang tidak sungguh-sungguh melakukannya.

Sekian tahun lalu saya pernah terkagum-kagum ketika Elrond, anak seorang teman, tiba-tiba bisa membaca karena ia diajari membaca merk barang-barang yang ada di rumah maupun di luar rumah. Tidak, ia tidak melalui b-a-ba-b-u-bu-babu. Tidak juga mengenal huruf A besar, huruf a kecil. Ia hanya diperkenalkan dengan tulisan dan bagaimana bunyinya. General, Panasonic, Sony, Hitachi, dan seterusnya. Lama kelamaan ia mampu membaca lebih banyak lagi, hingga akhirnya sebuah kalimat. Sebuah lompatan besar yang membuat kita mengira ia tak melalui proses b-a-ba-b-u-bu tersebut, padahal proses itu tetap terjadi dalam otaknya, tanpa kita (orang lain) sadari. Inilah yang membuat saya terkagum-kagum.

Elrond sudah bisa membaca berbagai merk. Ya, bagus, tapi kemampuan membaca ini belum mendalam, karena belum tentu ia "kuat" membaca tulisan yang lebih panjang, atau bahkan sebuah buku apalagi novel. Kemampuan itu akan bertumbuh ketika ia rajin membaca, bukan hanya satu jenis tulisan tapi juga beragam jenis tulisan, mulai dari komik, surat, berita, cerita, laporan, karya ilmiah, dan seterusnya.

Terlebih lagi dengan menulis. Bukan hanya kemampuan merangkai kata tapi juga menyampaikan gagasan. Butuh usaha ekstra keras untuk membiasakan diri menulis. Entah berapa banyak blog yang berisi perasaan menyesal sudah lama tidak mengupdate blog tersebut. Di blog-blog saya pun begitu. Menulis kalau tidak dijadikan kebiasaan, akan menjadi beban karena takut salah menulis, takut dikritik, bahkan takut untuk sekadar mengungkapkan gagasan, atau takut ketahuan tidak punya gagasan.

Dengan adanya ponsel pintar (smartphone) kita bisa dengan mudahnya mengambil gambar dan ketika melatih diri kita bisa membuat gambar yang baik. Ketika diunggah ke media sosial, tak sedikit yang kebingungan menulis caption-nya. Mengunggah foto tanpa tulisan, rasanya tak elok. Tapi entah mau menyertakan tulisan apa. Mau menulis yang sesungguhnya, terlalu obvious. Foto keluarga di pantai diberi caption "Di Pantai". Ah, masa begitu doang? Tak jarang pula ditemui foto dengan caption berbahasa Inggris, "Caption this" yang bermakna, "Kau sajalah yang memberi tulisan," atau "Menurutmu apa sebaiknya judul foto ini? Aku tak tahu mau menulis apa!"



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Abadikan Kenangan di Sekolah Melalui Fotografi

Kenangan adalah bagian integral dari perjalanan pendidikan kita. Dari berbagi tawa dengan teman-teman sekelas, sampai penyelesaian studi dan...